Selain
punya koala dan kangguru, Australia juga punya hewan khas lain, lho.
Namanya Dingo. Anjing yang hidup di alam liar ini terkenal buas dan
menyeramkan. Sampai-sampai dijuluki serigala dari Australia. Benar nggak
sih, binatang tersebut seseram itu?
Pantas saja Dingo dianggap buas. Menurut jurnal Science, hewan ini tercatat sebagai salah satu dari tujuh karnivora kunci dunia yang menjaga kestabilan ekosistem. Selain itu, Dingo juga masuk dalam klasifikasi serigala abu-abu, Canis lupus. Hewan yang punya nama Latin, Canis lupus dingo ini hidup di padang pasir dan rumput Australia. Biasanya, ia membuat sarang dalam lubang kelinci di dekat aliran air. Biarpun dianggap ciri khas Australia, Dingo dipercaya bermigrasi dari Asia Tenggara 3000-4000 tahun lalu.
Hewan ini memiliki warna tubuh yang mirip dengan singa betina, yakni kuning emas atau cokelat kemerahan. Memiliki tinggi yang bisa mencapai 58 cm, sedangkan beratnya berkisar 23-25 kg. Mamalia ini biasanya hidup dalam kawanan yang berjumlah hingga 10 ekor. Namun pejantan muda lebih memilih menyendiri. Binatang menyusui ini menjelajahi jarak jauh dan berkomunikasi lewat lolongan. Kelinci tikus, burung, dan kadal menjadi mangsa utama para Dingo. Tapi jangan salah, kerabat serigala ini juga menyantap buah-buahan dan tanaman.
Biasanya, selama musim gugur Dingo akan melakukan musim kawin. Walaupun terlihat buas, mamalia ini ternyata setia terhadap pasangan. Katanya sih, hanya bisa memilih pasangan sekali seumur hidupnya. Kalau pasangannya mati, yang lainnya akan mati karena berkabung. Masa kehamilan dingo sekitar 60-69 hari. Sekali melahirkan bisa sampai 6 anak. Dalam satu kawanannya, betina yang dominan biasanya membunuh keturunan betina yang lain. Bayi-bayi Dingo harus meninggalkan rumahnya ketika usia 3-6 bulan. Terpaksa haru belajar mandiri dan berburu sendiri.
Sayangnya, anjing khas Australia ini harus segera dilindungi. Beberapa orang memburu Dingo karena dianggap menganggu perternakan dan perkebunannya. Sampai-sampai membuat pagar penghalang Dingo. Padahal, perburuan predator ini dapat menimbulkan ledakan populasi tikus dan mangsa-mangsanya yang lain. Akibat tidak terkontrolnya populasi tersebut, ditakutkan timbul wabah penyakit baru. Save the Dingo
Pantas saja Dingo dianggap buas. Menurut jurnal Science, hewan ini tercatat sebagai salah satu dari tujuh karnivora kunci dunia yang menjaga kestabilan ekosistem. Selain itu, Dingo juga masuk dalam klasifikasi serigala abu-abu, Canis lupus. Hewan yang punya nama Latin, Canis lupus dingo ini hidup di padang pasir dan rumput Australia. Biasanya, ia membuat sarang dalam lubang kelinci di dekat aliran air. Biarpun dianggap ciri khas Australia, Dingo dipercaya bermigrasi dari Asia Tenggara 3000-4000 tahun lalu.
Hewan ini memiliki warna tubuh yang mirip dengan singa betina, yakni kuning emas atau cokelat kemerahan. Memiliki tinggi yang bisa mencapai 58 cm, sedangkan beratnya berkisar 23-25 kg. Mamalia ini biasanya hidup dalam kawanan yang berjumlah hingga 10 ekor. Namun pejantan muda lebih memilih menyendiri. Binatang menyusui ini menjelajahi jarak jauh dan berkomunikasi lewat lolongan. Kelinci tikus, burung, dan kadal menjadi mangsa utama para Dingo. Tapi jangan salah, kerabat serigala ini juga menyantap buah-buahan dan tanaman.
Biasanya, selama musim gugur Dingo akan melakukan musim kawin. Walaupun terlihat buas, mamalia ini ternyata setia terhadap pasangan. Katanya sih, hanya bisa memilih pasangan sekali seumur hidupnya. Kalau pasangannya mati, yang lainnya akan mati karena berkabung. Masa kehamilan dingo sekitar 60-69 hari. Sekali melahirkan bisa sampai 6 anak. Dalam satu kawanannya, betina yang dominan biasanya membunuh keturunan betina yang lain. Bayi-bayi Dingo harus meninggalkan rumahnya ketika usia 3-6 bulan. Terpaksa haru belajar mandiri dan berburu sendiri.
Sayangnya, anjing khas Australia ini harus segera dilindungi. Beberapa orang memburu Dingo karena dianggap menganggu perternakan dan perkebunannya. Sampai-sampai membuat pagar penghalang Dingo. Padahal, perburuan predator ini dapat menimbulkan ledakan populasi tikus dan mangsa-mangsanya yang lain. Akibat tidak terkontrolnya populasi tersebut, ditakutkan timbul wabah penyakit baru. Save the Dingo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar